colorbox

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 01 Februari 2011

JERAT-JERAT CINTA

Oleh : Asy Syaikh Muhammad bin Abdullah Al Imaam –hafizhahullah-

Di antara hal yang kaum muslimin perlu di berikan peringatan tentangnya, dan di terangkan mengenai bahayanya, adalah perkara al- ‘isyq. Maka khutbah ini akan menerangkan bahaya al-‘isyq tersebut.

Al-‘isyq telah di definisikan oleh para ulama. Ibnu Uqail Al-Hanbali rahimahullah berkata, “Al-‘isyq adalah suatu penyakit yang merubah jiwa yang hampa dan hati yang kosong, yang selalu ingin melihat paras dan rupa yang indah.” Yaitu yang selalu ingin memandangi paras dan rupa yang cantik.Dan sebagian ulama berkata mengenai definisi al-‘isyq, bahwa ia adalah bisikan hati dan khayalan-khayalan berbahaya. Sebagian yang lain berkata: ia adalah penyakit orang-orang yang memperturutkan nafsu . Ini adalah sebagian dari definisi al-‘isyq. Atau mereka juga mendefinisikannya sebagai cinta yang berlebih-lebihan.

Oleh karena itu tidak dapat dikatakan, “Bershalawatlah kepada Nabi, wahai orang yang asyik dengan Nabi!”. Karena al-‘isyq itu adalah cinta yang berlebih-lebihan. Cinta yang tercela dan buruk menurut syariat Allah. Dan juga tidak dapat dikatakan, “Wahai orang yang asyik dengan Allah.” Merupakan hal yang terlarang mengatakan bahwa seorang muslim sedang asyik dengan Allah, Rabb semesta alam.


Diantara nama-nama al-‘isyq ini adalah al-hubb (cinta), al-ghoroom (asmara), ash-shodaaqoh (kekasih/pacar) dan nama-nama lain semacamnya yang digunakan untuk menyebut al-‘isyq. Dan kami menggunakan nama ini karena ia merupakan nama yang sudah di kenal dan popular, dan kerena ia adalah penyakit yang berbahaya yang merambat didalam diri orang yang keimanan hati dan keshalihan pribadinya belum kokoh. Oleh karena itu wahai saudara-saudaraku, marilah kita mendengar dalil-dalil syar’i yang menetapkan keharaman al-isyq secara pasti, lalu kita dengarkan sebagian akibat-akibat buruknya dan sebagian keadaan hancurnya orang yang terjerumus di dalam jerat-jerat al-‘isyq, wal ‘iyadzu billah.

Keharaman Al-‘isyq.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah telah menyebutkan, begitu juga Ibnul Qayyim rahimahullah didalam kitab beliau Al-Jawab Al-Kafi, bahwa Al-Quran telah menyebutkan (al-‘isyq) pada dua umat dari kaum musyrikin.
Pertama, kaum Luth yang berasyik dengan laki-laki muda yang belum tumbuh jenggotnya, sampai-sampai hal itu menyebabkan merekamelakukan perbuatan keji liwath (jima’ antara lelaki melalui dubur), dan meninggalkan perempuan-perempuan. Mereka menjadi begitu menyenangi laki-laki sebagaimana yang kalian ketahui dari Al-Qur’an.Dan termasuk al-‘isyq yang juga di sebutkan oleh Al-Quran dan di nisbahkan kepada kaum musyrikin adalah asmara istri Al-Aziz kepada nabi yusuf ‘alaihi wasallam. Sebagaimana disebutkan oleh Allah ta’ala dalam kitab-Nya, bahwa istri Al-Aziz ini:
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal dirumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: ‘Marilah kesini.’ Yusuf berkata: ‘Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik, Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.’ Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat anda (dari) rabbnya. Demikianlah,agar kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-kamba Kami yang terpilih. (Qs. Yusuf: 23-24).
Maka Allah ta’ala memalingkan al-‘isyq dan perbuatan zina dari Nabi Yusuf, karena ia termasuk orang-orang yang ikhlas kepada Allah Rabb semesta alam.

Sebagian ahli tafsir ada yang menafsirkan as-suu’ dengan al-‘isyq. Kalian telah mendengar –semoga Allah ta’ala menjaga kalian- bahwasanya al-‘isyq itu tidak lain adalah salah satu sifat orang-orang musyrik dan orang-orang kafir. Juga diantara perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan telah menjadi kebiasaan dan gaya hidup mereka. Adapun orang-orang yang beriman, maka aku berlindung kepada Allah, jangan sampai perbuatan itu terjadi di tengah-yengah mereka.

Dan termasuk diantara dalil-dalil tentang keharaman al-‘isyq, baik yang kecil atau yang besar, yang zahir atau yang batin, yaitu riwayat didalam Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Telah ditulis bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya. Kedua mata, zinanya adalah memandang. Kedua telinga, zinanya adalah mendengar. Lidah (lisan), zinanya adalah berbicara. Tangan, zinanya adalah memegang. Kaki, zinanya adalah melangkah. Sementara qalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang membenarkan (merealisasikan) hal itu atau mendustakaanya.” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Abbas, dan Muslim dari Abu Hurairah)

Hadits yang agung ini telah menjelaskan bahwa al-.isyq itu de3ngan sedala bentuknya adalah haram. Baik itu dengan lisan, atau dengan tangan, atau dengan mata, atau denga telinga dan yang semacamnya. Maka sungguh celakakalah orang-orang yang mengidap al-‘isyq. Sebab mereka merusak batin dan lahir mereka sendiri sebagaimana yamng anda dengar didaloam hadits. Maka anggota tubuh pun berzina dan hatinya pun juga berzina, ‘iyaadzan billah, sampai yang tersisa hanyalah zina yang paling besar, yaitu memasukkan kemaluan kedalam kemaluan, iyaadzan billah!
Begitru juga dalil tentang keharaman al-‘isyq ini adalah riwayat At-Tirmiczi dan Ahmad, dari hadits ali bin Abi Thalib. Bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melihat seorang pemuda dan pemudi, maka beliau berkata:
“Sesungguhnya aku mengkhawatirkan (godaan) syetan atas mereka berdua.”

Kemudian beliau menyuruh paman beliau, Abbas radhiyallahu’anhu, untuk menyusul pemuda itu dan memisahkannya dari si pemudi.Pemandangan ini terjadi pada saat haji Wada’, di Mina. Pertemuan tersebut sangat singkat sekali, yaitu seorang pemudi datang untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Kemudian ada seorang pemuda menyusul pemudi tersebut. Maka khawatirlah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam terhadap mereka berdua dari godaan syetan yang merusak qalbu dan akal, serta mengobarkan api fitnah dan syahwat, ‘iyaaadzan billah!

Demikian pula dalil yang menunjukkan keharaman al-‘isyq adalah riwayat hadits Buraidah radhiyallahu’anhu menurut Imam Ahmad, dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
Laisa minnaa man khobbabamroatan ‘ala zaujihaa
“Tidaklah termasuk dari golongan kami, seorang yang merusak hubungan seoarang istri dengan suaminya.”

Dan makna khobbabahaa adealah afsadahaa (merusaknya). Demi Allah, al-‘isyq itu adalah salah satu sebab paling besar yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya. Betapa banyak istri yang menuntut untuk dicerai oleh suaminya ketika istri tersebut memiliki seorang kekasih lain. Atau bahkan ia membunuh dan mengguna-guna suaminya, atau berbagai tindakan lainnya sebagaimana yang kalian ketahui mengenai rentetan berbahaya dan menghancurkan ini, ‘iyaadzan billah!

Kemudian dalil lain mengenai keharaman al-‘isyq adalah riwayat Ath-Thabrani dari hadits Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Ditusuknya kepala seorang dari kalian dengan jarum dari besi itu lebih baik untuknya dari pada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.”

Dengan sekedar menyentuh, yang tidak di perbolehkan oleh syariat, seseorang telah menyebabkan dirinya terkena ancaman sedemikian rupa.
Begitu juga, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda didalam Shahih Bukhari dan Muslim dari hadits ‘Uqbah radhiyallahu’anhu :
“Janganlah kalian masuk menemui perempuan.”
Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan Al-hamwu dari suami?” (Al-hamwu adalah saudara laki-laki suami, anak laki-laki paman atau bibi suami, dan sebagainya). Rasulullah bersabda: “Kerabat laki-laki suami adalah (seperti) kematian.”

Yaitu bahwa kerabat laki-laki suami itu dapat mengantarkan kepada akibat-akibat yang menyebabkan kematian (kehancuran). Demikianlah Rasulullah menerangkan bahaya menemui perempuan untuk berasyik atau berkhalwat atau berikhtilat dengannya.Oleh karena itu Rasulullah bersabda:
“Tidaklah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang perempuan melainkan pihak ketiga diantara mereka adalah syetan.”

Ini semua adalah sejumlah dalil yang menunjukkan keharaman al-‘isyq, baik yang kecil atau yang besar. Saya katakan : yang kecil dan yang besar, karena ada orang yang mempermainkan orang-orang yang mengidap al-‘isyq dan menyimpang berkata, “Berasyiklah dengan al-‘isyq yang bersih dan mulia.” Di dalam Islam, tidak ada al-‘isyq yang mulia atau bersih. Bahkan semuanya adalah penyakit dan perilaku menyimpang, dan semuanya tergolong ke dalam zina, ‘iyaadzan billah!

Bahaya al-‘isyq

Jika para ulama mengatakan, “Pamer aurat dan perbuatan menyingkap wajah itu adalah pendorong untuk berbuat nista.” Dan jika mereka berkata, “Tidaklah tabarruj dan ikhtilat (yaitu berbaurnyan perempuan dengan laki-laki) itu berkumpul melainkan perbuatan zina akan mengikutinya.” Maka perkataan ulama tersebuthanya dalam konteks sekedar pamer aurat dan berikhtilat. Lantas bagaimana lagi kalau ia juga disertai dengan al-‘isyq yang mana ia adalah birahi nafsu, perbuatan berciuman, dan saling bertemu serta perbuatan-perbuatan lainnya yang akan mendorong kepada perbuatan keji berupa zina?? ‘iyaadzan billah!
Wahai kaum muslimin, siapakah yang dapat menjaga kebersihan hatinya kalau ia tidak menjauhi wanita dan malah berdekat-dekatan dengan mereka? Allah ta’ala telah berfirman dalam kitabNya:
“Dijadikan indah pada (pandangan0 manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak.” (Ali Imran: 14)

Allah ta’ala mendahulukan kecintaan kepada wanita dari kecintaan terhadap harta benda, maka (jelas bahwa) kecenderungan nafsu laki-laki kepada wanita itu sangat besar.
Oleh karena itu sebagian ulama berkata mengenai tafsir ayat:
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.” (Al-Baqarah: 286)

Bahwa ia (yang tak sanggup dipikul) adalah al-‘isyq. Kalau al-‘isyq telah tertancap di qalbu orang yang mengidapnya, maka itu dalah sebuah penyakit yang berbahaya. Maka dari itu sebagian dari orang yang mendefinisikan al-‘isyq mengatakan: awalnya adalah permainan dan akhirnya adalah kebinasaan. Awal dari al-‘isyq adalah berkata-kata, memandang, menggoda. Dan akhirnya adalah azab dan akibat-akibat buruk yang begitu besar.
Sebagian ahli tafsir juga berkata menegenai firman Allah ta’ala:
“Dan manusia dijadikan bersifat lemah’” (An Nisa: 28)

Yaitu, tidak dapat menahan diri dari wanita.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Sa’id radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah aku melihat orang yang kurang akal dan agamanya, yang lebih mampu memikathati seorang laki-laki yang begitu tangguh, selain dari seorang dari kalian (para wanita).”

Rasulullah memberitahukan bahwa wanita itu dapat memfitnah laki-laki yang shaleh dan tangguh. Kalau seorang yang shaleh mendekati seorang wanita, ia di khawatirkan akan terfitnah oleh wanita tersebut, maka bagaimana lagi dengan seorang bejat? Bagaimana lagi dengan orang yang mengejar-ngejar wanita, menanti-nanti untuk bertemu dengannya dan memandangnya serta berusaha untuk mendapatkannya?? Demikianlah Rasulullah menerangkan fakta-fakta! Betapa banyak pandangan mata yang melakukan apa yang tak dapat dilakukan oleh nbom-bom rudal. Pandangan mata yang mempengaruhi hati, mengacaukannya dan menggoncangkannya. Jika seorang wanita dapat membuat orang yang shaleh menjadi terfitnah, lalu bagaimana dengan yang tidak shaleh?

Begitu juga wanita, mereka dapat terfitnah dengan pria sedemikian rupa. Kalian telah mendengar dan mengetahui kisah istri Al-Aziz yang jatuj hati kepada Yusuf alaihissalam, padahal wanita itu istri seorang raja sedangkan Yusuf alaihissalam adalah seorang budaknya. Walaupun demikian, ia begitu jatuh cinta kepada nabi yusuf alaihissalam sampai-sampai rasa cintanya itu membuatnya nuntuk berbuat zina. Namun ketika ia tak dapat mencapai apa yang diinginkannya, dengan segera ia melakukan kedustaan dan penipuan, kemnudian memberikan ancaman. Ia berkata (sebagaimana yang di kabarkan oleh Allah ta’ala) :
“Dan sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan di penjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.” (Yusuf : 32)

Demikianlah perasaan al-‘isyq itu menyebabkan si perempuan mengorbankan apa yang ia inginkan. Tidak berbeda halnya dengan laki-laki yang mengidap al-‘isyq. Oleh karena itu, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata didalam kitab beliau Raudatul Muhibbin, “Nafsu dan al-‘isyq adalah pokok dari setiap petaka.” Beliau rahimahullah juga berkata di dalam kitabnya Al-Jawaabul Kaafi Liman Sa’ala ‘An Ad Daawaa’ Asy Syafi’I, “Al-‘isyq itu menghimpun semua bentuk kezaliman.” Maksudnya, ia menghimpun kesyirikan, kekufuran, sihir, perbuatan membunuh, berzina, berdusta dan menghimpun pikiran-pikiran yang menyimpang. Betapa didalam al-‘isyq itu terdapat banyak keburukan, petaka dan musibah, yang hanya dfi ketahui oleh Rabb semesta alam.

Kalau al-‘isyq itu telah sampai membuat pengidapnya mendahulukan al-ma’syuq (orang yang di cintai setengah mati) daripada Allah, dan mementingkan haknya daripada hak allah ta’ala serta mengedepankan perkataannya daripada perkataan allah , maka itu adalah sebuah kesyirikan besar. Oleh karenanya, lebih dari satu ulama yang mengatakan, “Pangkal kesyirikan di alam ini berasal dari al-‘isyiq terhadap gambar-gambar.” Tidaklah terjadi kesyirikan, tidaklah di sembah pepohonan, bebatuan. Matahari, bulan dan sebagainya, melainkan setelah disembahnya gambar dan rupa. Rasulullah shallallaqhu’alaihi wasallam bersabda sebagaimana yang terdapat dalam shahih Bukhari dari hadits Abu Hurairah:
“celakalah hamba dinar, hamba dirham, dan hamba pakaian.Kalau di beri ia ridho. Dan kalau tidak di beri ia marah. Celakalah ia. Kalau ia tertusuk duri, semoga tidak ada yang mencabut duri itu.”

Kalau seseorang bisa dikatakan sebagai hamba menyembah dinar, maka menyembah wanita yang di cintai lebih bisa lagi karena rasa cinta kepada wanita lebih besar dari padea rasa cinta kepada dinar dan dolar.Terlebih di kalngan pemuda dan pemudi.

Oleh katrena itu seorang laki-laki yang mengidap al-‘isyq, bisa saja membunuh kekasihnya kalau sang kekasih menikah dengan orang lain, begitu seterusnya.Bahkan ada yang sampai membunuh ayah dan ibunya karena alasan cinta. Sungguh, betapa al-‘isyq itu mengandung banyak permasalahan-permasalahan yang melelahkan dan menyulitkan, yang hanya di ketahui oleh Allah Rabb semesta alam saja.

Diantara perkara yang mengherankan adalah, apa yang disebutkan oleh lebih dari satu ahli sejarah, bahwasanya Abdurrahman bin Muljam, pembunuh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, melamar seorang wanita. Lalu wanita itu pun mengajukan tiga persyaratan yang diantaranya adalah bahwa ia harus membunuh Ali bin abi Thalib. Abdurahman bin Muljam pun pergi dan mencari-cari kesempatan yang tepat, kemudian membunuh Ali bin abi Thalib. Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda, “Orang yang paling sengsara adalah yang menyembelih unta Nabi Shalih dan orang yang membunuhmu, wahai Ali”’ Abdurrahman bin Muljam membunuh Amirul mukminin Ali radhiyallahu’anhu demi mendapatkan seorang wanita. Padahal wanita selainnya ada begitu banyak. Akan tetapi al-‘isyq membutakan mata dan menulikan telinga pengidapnya. ‘iyaadzan billah!

Wahai kaum muslimin, kalian telah mendengar dalil-dalil pasti tentang keharaman al-‘isyq. Dan tidaklah al-‘isyq itu di haramkan oleh Allah ta’ala dan RasulNya shallallahu’alaihi wasallam melainkan karena ia membuat qalbu menjadi sakit dan rusak. Membuatnya terpaut dengan selain Allah ta’ala, dengan sepenuhnya kecintaan, kekhusukan, ketaatan, pengagungan, penghormatan dan pengikhlasan. Barang siapa yang tidak menyembah Allah, maka ia akan menyembah selain Allah. Bagi para pengidap al-‘isyq, sembahan mereka yang paling agung adalah kekasih mereka yang mereka cintai.’iyaadan billah!

Oleh karena itu wahai seluruh para hadirin, kita perlu mengetahui perkara yang membahayakan ini. Yang mana ia telah menjalar di tengah-tengah kehidupan kaum muslimin pada masa sekarang ini dengan keadaan yang belum pernah terjadi di masa-masa yang lalu. Hal itu di sebabkan oleh banyaknya orang-orang yang mempromosikan penyakit mematikan ini, berikut sarana-sarana yang mendukungnya. Juga di karenakan sikap yang bermudah-mudahan dan meremehkan, dan hilangnya rasa ghirah dan kepengayoman dari orang banyak atau sebagian mereka. Jadi perkara ini adalah perkara yang sangat berbahaya dan membutuhkan keteguhan dan kesadaran.

Di nukil dari Majalah Akhwat Vol.6/1431/2010 Hal. 22 - 28

Fitnah Wanita

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ.

Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah) wanita. (Muttafaq ‘alaihi)

Sungguh, fitnah wanita termasuk cobaan terbesar dan paling mengerikan bagi kaum Adam. Karena wanita, dua orang laki-laki berkelahi. Lantaran wanita, dua kubu saling bermusuhan dan saling serang. Oleh sebab wanita, darah begitu murah dan mudah diguyurkan. Karena wanita, seorang dapat terjatuh dalam jurang kemaksiatan. Bahkan, karena wanita, si cerdas yang baik dapat berubah menjadi dungu dan liar.

Jarir bin ‘Athiyyah al-Khathafi bersenandung:

إِنَّ العُيُوْنَ الَّتِيْ فِي طَرْفِهَا حَــوَرٌ قَتَلْنَنَا ثُمَّ لَمْ يُحْيِيْنَ قَتْــلاَناَ

يَصْرَعْنَ ذَا اللُّبِّ حَتَّى لاَ حَرَاكَ لَهُ وَهُنَّ أَضْعَفُ خَلْقِ اللّهِ إِنْـسَاناَ

Sesungguhnya indahnya mata-mata hitam wanita jelita

Telah membunuh kita dan tiada lagi menghidupkannya

Mereka pun taklukkan si cerdas hingga tiada berdaya

Sedang mereka manusia paling lemah dari ciptaan-Nya

Lantaran dia, laki-laki enggan bekerja. Karena dia, mereka menjadi pemalas dan pelamun. Dan oleh sebab dirinya, Muslim taat enggan pergi berjihad. Jamil Butsainah berkata:

يَقُوْلُوْنَ: جَاهِدْ يَا جَمِيْلُ بِغَزْوَةٍ أَيَّ جِهَادٍ غَيْرَهُنَّ أُرِيْــدُ

لِكُلِّ حَدِيْثٍ بَيْنَهُنَّ بَـشَاشَةٌ وَ كُلُّ قَتِيْلٍ بَيْنَهُنَّ شَهِيْـدُ

Mereka berkata: Jihadlah, wahai Jamil di peperangan

Jihad mana lagi selain bersama mereka yang ku inginkan

Pada setiap alur cerita diantara mereka adalah suka cita

Dan setiap korban di tengah mereka adalah syahid matinya

Itulah sebagian kecil dari dampak godaan wanita yang dapat kita perhatikan bersama. Godaan wanita yang jauh dari agama, yang tidak taat akan aturan-aturan Rabb-Nya, wanita calon penghuni neraka.

Semoga Allah memberikan petunjuk kepada wanita-wanita muslimat kepada jalan yang lurus, dan menjadikan keluarga, sahabat, saudara, tetangga, serta masyarakat kita, baik laki-laki maupun wanita, menjadi Muslim dan Muslimah yang taat terhadap ajaran agama. Amin.

Fatwa Ulama Hukum Televisi, Video, Kamera, Fotografi, Gambar dan Lukisan Makhluk Bernyawa

Hukum Televisi, Video, Kamera, Fotografi, Gambar dan Lukisan Makhluk Bernyawa


Oleh: Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi’î rahimahullâh

Yang perlu diperhatikan adalah apabila gambar binatang yang tidak ada kepalanya seperti bintang laut, maka bagaimana cara menghapus gambar tersebut? Penghapusannya adalah dengan kamu potong sehingga menjadi seperti pohon. Adapun menggambar binatang-binatang, maka hukumnya adalah harâm karena binatang termasuk yang mempunyai nyawa, walaupun asalnya memang tidak mempunyai kepala (seperti bintang laut, -pent).

Adapun pendapat yang membolehkan menggambar (memotret) penjahat (pelaku kriminal) adalah tidak ada landasan dalîl sama sekali, bahkan dengan ditegakkan hukuman had adalah sudah cukup untuk memperingatkan pelaku kriminal tersebut, karena Allâh dan Rasûl-Nya tidak mengatakan, “Apabila ada penjahat maka penjahat tersebut digambar!”

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

“Dan Sungguh Rabbmu tidak pernah lupa.” (Maryam: 64)

Bahkan Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ telah berfirman,

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِاْئَةَ جَلْدَةٍ وَلا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allâh, jika kalian beriman kepada Allâh, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (An-Nûr: 2)

Allâh Ta’âlâ juga berfirman,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللهِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allâh. Dan Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Mâ’idah: 38)

Allâh Ta’âlâ juga berfirman,

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allâh dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan menyilang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar.” (Al-Mâ’idah: 33)

Kemudian (yang lebih parah lagi, -pent) mereka para pemerintah tidak cukup dengan menggambar pelaku kriminal saja, bahkan mereka juga menggambar (memotret) para dai-dai yang berdakwah kepada Allâh karena menurut pemerintah mereka adalah para penjahat. Sungguh cukup bagi kami Allâh, sebaik-baik Yang Diserahi Urusan, sebaik-baik Pembantu dan sebaik-baik Penolong.

Dan pendapat yang mengatakan bolehnya menggambar untuk pengajaran adalah tidak berlandaskan dengan dalîl, bahkan hadîts-hadîts tentang dilaknatnya tukang gambar yang telah lalu mencakup semuanya. Dan juga dalam permasalahan ini, akan berakibat peremehan terhadap kemaksiatan menggambar yang muncul di kalangan para pelajar, yang berarti mereka bersiap-siap untuk mendapat laknat dari Allâh apabila mereka belum bâligh dan akan dilaknat apabila para pelajar tersebut telah bâligh, dibantu untuk melakukan kemaksiatan bahkan dijerumuskan ke dalamnya. Maka, di manakah tanggung jawab, sedangkan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban pada apa-apa yang dia pimpin.”

Dan sabdanya pula,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يَحُطْهَا بِنُصْحِهِ إلا لَمْ يَجِـدْ رَائِحَةَ الْجَنّةَ

“Tidak ada seorang pemimpin pun yang Allâh jadikan dia memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak memimpin dengan penuh bimbingan, kecuali dia tidak akan mendapatkan (mencium) wanginya surga.”

Sungguh Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam telah memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anak dengan pendidikan yang agamis, setiap anak yang dilahirkan di atas fithrah, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahûdî, Nashrânî, atau Majûsî. Beliau shallallâhu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak yang terlahir itu dilahirkan di atas fithrah, maka orangtuanyalah yang menjadikan mereka Yahûdî, Nashrânî, atau Majûsî.”

Beliau shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda dengan apa yang beliau riwayatkan dari Rabb beliau (hadîts qudsî),

إِنِّى خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ فَاجْتَالَتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ

“Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-Ku dalam keadaan betul dan lurus, kemudian syaitân-syaitân itulah yang menggelincirkannya.”

Maka, harâm bagi pengajar dan bagi pemerintah (pemimpin-pemimpin) untuk mengajarkan senirupa kapada pelajar.

Al-Imâm An-Nawawî rahimahullâh berkata dalam Syarah Shahîh Muslim juz 14 hal 81,

“Pengikut madzhab kami (madzhab Asy-Syâfi’iyah,-pent) dan para ulamâ selain mereka berkata, “Menggambar makhluk yang bernyawa hukumnya harâm dengan keharâman yang keras dan termasuk dosa besar, karena diancam dengan ancaman yang keras sebagaimana tersebut dalam hadîts-hadîts, baik orang yang membuat gambar itu bertujuan merendahkannya ataupun selainnya, perbuatannya tetap saja dihukumi harâm, apapun keadaannya. Karena perbuatan ini menandingi ciptaan Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ, baik gambar itu dibuat pada pakaian, permadani, dirham atau dinâr, uang, bejana, dinding, dan selainnya.

Adapun menggambar pohon, pelana unta, dan selainnya yang tidak mengandung gambar makhluk bernyawa, tidaklah diharâmkan. Ini ditinjau dari hukum menggambar itu sendiri. Adapun mengambil gambar makhluk bernyawa untuk digantung di dinding, pada pakaian yang dipakai, atau pada sorban dan semisalnya yang tidak terhitung untuk direndahkan, maka hukumnya harâm. Bila gambar itu ada pada hamparan yang diinjak, pada bantalan dan semisalnya yang direndahkan, maka tidaklah harâm.”

Akan tetapi, apakah hal yang demikian itu dapat mencegah masuknya malaikat rahmah untuk masuk ke dalam rumah (yang ada gambar makhluk bernyawa)? Hal ini akan saya paparkan dalam waktu dekat, Insyâ’ Allâh. Dan tidak ada bedanya dalam hal ini antara gambar yang mempunyai bayangan (tiga dimensi) ataupun yang tidak mempunyai bayangan.

Ini adalah kesimpulan madzhab kami dalam permasalahan ini. Demikian pula yang semakna dengan pendapat ini, pendapat jumhur ulamâ dari para sahabat Rasûlullâh radhiyallâhu ‘anhum dan para tabi’in dan orang-orang setelah mereka serta madzhabnya Al-Imâm Ats-Tsaurî dan Al-Imâm Mâlik dan Al-Imâm Abû Hanîfah dan selain mereka. Dan sebagian salaf telah mengatakan, “Sesungguhnya yang dilarang di sini adalah kalau gambar tersebut berbentuk tiga dimensi, akan tetapi tidak mengapa jika gambar tersebut tidak mempunyai bayangan (tidak berdimensi).” Ini adalah madzhab yang batil karena tirainya ‘Âisyah yang telah diingkari oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam adalah gambar makhluk yang bernyawa yang ada padanya. Tidak seorang pun ragu bahwa tirai tersebut tercela, padahal gambar yang ada padanya bukan gambar yang mempunyai bayangan (tiga dimensi) dan juga pendapat (madzhab) ini batil berdasarkan hadîts-hadîts yang memutlakkan untuk setiap gambar.”

Az-Zuhrî rahimahullâh menyatakan bahwa larangan pada gambar ini umum, demikian pula penggunaan barang-barang yang terdapat gambar, dan masuk rumah yang ada gambarnya, baik gambar itu yang berada pada kain, atau gambar yang berbentuk patung (tiga dimensi), sama saja apakah di tembok, di pakaian, permadani/tikar yang dihinakan atau tidak dihinakan. Sebagai pengamalan zhahir hadîts-hadîts, terlebih lagi hadîts namruqah (tirai), yang disebutkan Al-Imâm Muslim. Dan ini adalah madzhab yang kuat, dan orang-orang lain mengatakan bolehnya menggunakan gambar itu ketika berbentuk gambar pada kain (bukan tiga dimensi), baik direndahkan atau tidak, dan sama saja apakah gambar-gambar itu tergantung di dinding-dinding ataupun tidak, dan mereka (ulamâ tsb.) membenci gambar-gambar yang mempunyai bayangan yang digantungkan di dinding-dinding dan selainnya, sama saja baik gambar-gambar itu berbentuk gambar (dua dimensi) atau tidak, dan mereka berhujjah dengan sabda beliau pada sebagian hadîts dalam bab ini (kecuali jika gambar tersebut berupa lukisan di baju), dan ini adalah madzhabnya Qâsim bin Muhammad, dan mereka telah sepakat tentang terlarangnya gambar makhluk bernyawa jika mempunyai bayangan dan wajibnya merubah gambar tiga dimensi tersebut.

Al-Qâdhî mengatakan bahwa terkecuali jika digunakan untuk bermain-main, pada permainan anak-anak perempuan yang masih kecil, maka yang demikian itu ada keringanan, akan tetapi Imâm Mâlik membencinya jika ada seorang laki-laki membeli mainan tersebut untuk anak-anak perempuannya, dan sebagian ulamâ mengatakan bahwa bolehnya (gambar makhluk bernyawa) untuk permainan anak-anak perempuan ini telah dimansukh (dihapus) dengan hadîts-hadîts ini. Wallâhu a’lam.

Ibnu Hajar di dalam kitabnya (Fathul Bârî) juz 10 halaman 391 telah menukilkan perkataan Ibnul ‘Arabi: Kesimpulan dari apa-apa yang dijelaskan tentang gambar makhluk bernyawa; jika berbentuk tubuh (tiga dimensi), maka hukumnya harâm menurut ijma’. Tetapi jika gambar itu berbentuk lukisan, maka di sini ada 4 pendapat,

1. Boleh secara mutlak dengan bersandar pada zhâhir dari sabda Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam pada hadîts bab ini, ‘Kecuali jika gambar itu berupa lukisan di baju.”

2. Larangan secara mutlak walapun gambar tersebut berupa lukisan.

3. Jika gambar tersebut telah berbentuk dengan sempurna maka hukumnya harâm, tetapi jika telah dipotong kepalanya atau terpisah-pisah bagian tubuhnya, maka hal ini tidak mengapa. Dan inilah pendapat yang paling baik dan benar.

4. Jika gambar-gambar tersebut termasuk yang dihinakan maka hukumnya boleh, tetapi jika untuk digantungkan pada dinding-dinding, maka hukumnya tidak boleh. Saya katakan (Syaikh Muqbil), “Dan pada pendapat yang akhir ini tidak ada dalil sama sekali.”


Gambar-gambar Makhluk Bernyawa yang Bersifat Darurat

Jika seseorang itu terpaksa harus menggunakan paspor, sama saja apakah untuk kepentingan haji atau selainnya di antara safar-safar yang harus dilakukan, atau KTP atau SIM atau Surat Keterangan Kerja atau uang kertas, maka yang demikian itu dosanya dibebankan kepada pemerintah yang telah memaksamu kepada ini semua.

Batasan darurat di sini adalah hilangnya kemashlahatan (kebaikan) yang wajib kamu lakukan apabila kamu tinggalkan gambar. Adapun gambar yang diminta dari para pelajar atau dari kemiliteran, hal ini bukan merupakan darurat, karena memungkinkan seorang pelajar untuk tidak menuntut ilmu di sekolah-sekolah dan bisa menuntut ilmu secara langsung dengan para ulamâ di masjid-masjid. Dan memungkinkan pula para tentara itu berpaling dan meninggalkan profesi kemiliterannya.

Di antara kemungkaran yang ada bahwasanya kita melihat gambar para ulamâ di koran-koran dan majalah-majalah. Dan yang lebih mungkar lagi dari ini adalah gambar-gambar yang terdapat pada kartu pemilihan umum yang dijadikan sarana untuk mendukung sistem demokrasi thâghût, dan yang lebih mungkar lagi adalah gambar-gambar perempuan pada acara pemilu itu. Dan bentuk kemungkaran yang besar pula ketika seseorang telah mengumpulkan manusia di masjid-masjid sementara itu fotografer atau kamerawan membidikkan kamera ke arahnya dan demikian pula foto-foto jamâ’ah haji di Mina dan ‘Arafah. Dan peralatan kamera diletakkan di Masjid ‘Uranah dan Masjidil Harâm dan yang selainnya termasuk pukulan terhadap syiar-syiar agama yang agung ini.

Dan alat-alat penayangan langsung itu adalah termasuk alat yang diharâmkan karena dianggap sebagai gambar makhluk bernyawa, dan manusia juga menamakannya sebagai gambar (makhluk bernyawa) sehingga hukumnya adalah harâm sebagaimana peletakan gambar-gambar pada pintu masuk atau penempelan di tembok.

(Dinukil dari حكم تصوير ذوات الأرواة (Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa, Pandangan Syarî’at tentang Lukisan, Fotografi, dan Televisi); Bab: Harâmnya Tontonan yang Bergerak yang Berwujud Makhluk-makhluk Bernyawa, baik itu Televisi, Video, Bioskop, HP Berkamera, Kamera Pengawas Online dalam Lapangan Pertandingan, Gedung Pertemuan-pertemuan Umum, atau Tempat-tempat Penjagaan dengan Alat-alat Monitor, dan Gambar-gambar Makhluk Bernyawa yang Bersifat Darurat, karya Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi’î rahimahullâh, hal. 38-44 dan 88-89, Penerjemah: Abû Muhammad Farhân Al-Bantulî, Muraja’ah: Al-Ustâdz ‘Alî Basuki Lc., Penerbit: Penerbit Al-Ilmu Yogyakarta, cet. ke-1 Syawwal 1428H/November 2007, untuk http://akhwat.web.id)

Hukum Gambar (Bernyawa) Dua Dimensi

Hukum Gambar (Bernyawa) Dua Dimensi

Gambar (bernyawa/makhluk hidup, pent.) adalah perkara yang diharamkan, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda :
لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيْهِ كَلْبٌ وَلاَ صُوْرَةٌ
“Para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing dan gambar di dalamnya”.
Dan beliau bersada :
لَعَنَ اللهُ الْمُصَوِّرِيْنَ
“Allah melaknat para penggambar”.
Dan dalam Jami’ At-Tirmidzy dari hadits Abu Hurairah dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bahwa beliau bersabda :
تَخْرُجُ عُنُقٌ مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, لَهَا عَيْنَانِ تَبْصِرَانِ, وَأُذُنَانِ تَسْمَعَانِ وَلِسَانٌ يَنْطِقُ, يَقُوْلُ : إِنِّي وُكِّلْتُ بِثَلاَثٍ : بِكُلِّ جَبَّارٍ عَنِيْدٍ, وَبِكُلِّ مَنْ دَعَا مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ وَبِالْمُصَوِّرِيْنَ
“Akan keluar sebuah leher dari Neraka pada Hari Kiamat, dia mempunyai 2 mata yang melihat, 2 telinga yang mendengar dan lisan yang berbicara, dia berkata : “Saya diberikan perwakilan (untuk menyiksa) tiga (kelompok) : semua yang keras kepala lagi penentang, semua yang beribadah bersama Allah sembahan yang lain dan para penggambar”.
Dan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah enggan untuk masuk ke kamar Aisyah ketika (kamarnya) ditutupi dengan tirai yang ada gambar-gambarnya. Maka dalil ini membantah orang-orang yang mengatakan : “Tidak ada gambar yang terlarang kecuali yang memiliki bentuk (3 dimensi –pent.)”. Maka beliau telah enggan untuk memasuki ruangan itu sampai tirainya disingkirkan, dan beliau bersabda :
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ, الَّذِيْنَ يُصَوِّرُوْنَ هَذِهِ الصُّوَرَ
“Sesungguhnya di antara manusia yang paling keras siksaannya pada hari Kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar ini”.
Adapun (gambar) yang harus dan tidak boleh tidak, seperti SIM, Pasport dan KTP, maka dosanya atas (baca : ditanggung) pemerintah”.

[Fatwa Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i dalam Tuhfah Al-Mujib soal no. 32]

Ahlan Wa sahlan

Assalamu alaikum...Bagi tamu yg lagi mengakses blog mohon diisi buku tamu nya Shout mix...Terima kasih